Ada kecenderungan dewasa ini untuk
kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan
diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang
dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada
penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek
tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka
panjang.
Metode kontekstual (contextual
teaching and learning atau CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.
Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi
pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru
adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak
berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola
kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru
bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri
bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan
metode kontekstual.
Metode kontekstual mendasarkan diri pada
kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut.
1.
Proses belajar
a.
Belajar tidak hanya
sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka
sendiri.
b.
Anak belajar dari
mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan
bukan diberi begitu saja oleh guru.
c.
Para ahli sepakat bahwa
pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan
pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.
d.
Pengetahuan tidak dapat
dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi
mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
e.
Manusia mempunyai
tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
f.
Siswa perlu dibiasakan
memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi didirinya, dan bergelut
dengan ide-ide.
g.
Proses belajar dapat
mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring
dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang.
2.
Transfer Belajar
a.
Siswa belajar dari
mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
b.
Keterampilan dan
pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit).
c.
Penting bagi siswa tahu
untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan
itu.
3.
Siswa Sebagai
Pembelajar
a.
Manusia mempunyai
kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai
kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru
b.
Strategi belajar itu
penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk
hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting
c.
Peran orang dewasa
(guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
d.
Tugas guru
memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa
untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk
menerapkan strategi mereka sendiri.
4.
Pentingnya Lingkungan
Belajar
a.
Belajar efektif itu
dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di
depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru
mengarahkan.
b.
Pengajaran harus
berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.
Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya
c.
Umpan balik amat
penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar
d.
Menumbuhkan komunitas
belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
Pembelajaran kontekstual (contextual
teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning),
menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan
(modeling), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment). Pengertian
CTL adalah sebagai berikut:
1.
Merupakan suatu proses
pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna
materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan
konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural)
sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat
diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks kepermasalahan/konteks
lainnya.
2.
Merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan
situasi dunia nyata dan mendorong pembelajar membuat hubungan antara materi
yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat
CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa
saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Metode CTL
dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.
- Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
- Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
- Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
- Ciptakan masyarakat belajar.
- Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
- Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
- Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Tujuh Komponen CTL
1.
Konstruktivisme (membentuk)
a.
Membangun pemahaman
mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal
b.
Pembelajaran harus
dikemas menjadi proses "mengkonstruksi" bukan menerima pengetahuan
2.
Inquiry (menemukan)
a.
Proses perpindahan dari
pengamatan menjadi pemahaman
b.
Siswa belajar
menggunakan keterampilan berpikir kritis
3.
Questioning (bertanya)
a.
Kegiatan guru untuk
mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa
b.
Bagi siswa yang
merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry
4.
Learning community (masyarakat belajar)
a.
Sekelompok orang yang
terikat dalam kegiatan belajar
b.
Bekerjasama dengan
orang lain lebih baik daripada belajar sendiri
c.
Tukar pengalaman
d.
Berbagi ide
5.
Modeling (pemodelan)
a.
Proses penampilan suatu
contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar
b.
Mengerjakan apa yang
guru inginkan agar siswa mengerjakannya
6.
Reflection (refleksi)
a.
Cara berpikir tentang
apa yang telah kita pelajari
b.
Mencatat apa yang telah
dipelajari
c.
Membuat jurnal, karya
seni, diskusi kelompok
7.
Authentic assessment
(penilaian yang sebenarnya)
a.
Mengukur pengetahuan
dan keterampilan siswa
b.
Penilaian produk
(kinerja)
c.
Tugas-tugas yang
relevan dan kontekstual Karakteristik pembelajaran CTL yaitu:
1)
Kerjasama
2)
Saling menunjang
3)
Menyenangkan, tidak
membosankan
4)
Belajar dengan
bergairah
5)
Pembelajaran
terintegrasi
6)
Menggunakan berbagai
sumber
7)
Siswa aktif
8)
Sharing dengan teman
9)
Siswa kritis guru
kreatif
10) Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja
siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
11) Laporan kepada orang tua bukan hanya raport tetapi
hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain.
Dalam pembelajaran kontekstual, program
pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang
berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama
siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program
tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi
pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmentnya.
Dalam konteks itu, program yang
dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya
bersama siswanya. Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara
program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual.
Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran
konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas
dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih
menekankan pada skenario pembelajarannya.
Atas dasar itu, saran
pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis
kontekstual adalah sebagai berikut.
- Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok dan pencapaian hasil belajar
- Nyatakan tujuan umum pembelajarannya
- Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
- Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
- Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.
Pembelajaran seperti pada kegiatan
evaluasi hasil belajar seperti formatif dan sumatif tetapi dilakukan bersama
dengan cara terintegrasi, yaitu tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran yang benar seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar
mampu mempelajari (learning how to learn), bukan ditekankan pada
diperolehnya sebanyak mungkin informasi diakhir periode pembelajaran. Karena assessment
menekankan proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh
dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses
pembelajaran. Guru yang ingin mengetahui perkembangan belajar Bahasa Indonesia
misalnya bagi para siswanya harus mengumpulkan data dari kegiatan nyata saat
para siswa belajar Bahasa Indonesia, bukan pada saat siswa mengerjakan tes
Bahasa Indonesia. Data yang diambil dari kegiatan siswa saat siswa melakukan
kegiatan belajar Bahasa Indonesia baik dalam kelas maupun luar kelas, itulah
yang membuat data authentik.
Kemajuan belajar dinilai dari proses
bukan melalui hasil dan dengan berbagai cara. Tes hanya salah satunya, itulah
hakekat penilaian yang sebenarnya. Penilai tidak hanya guru, tetapi bisa juga
teman lain atau orang lain. Karakteristik authentic assessment adalah: (1)
Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung, (2) Bisa
digunakan untuk formatif maupun sumatif, (3) Yang diukur keterampilan dan
performasi, bukan hanya mengingat fakta, (4) Berkesinambungan, (5) Terintegrasi,
ddn (6) dapat digunakan sebagai feed back. Dengan demikian pembelajaran
yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu
mempelajari (learning how to learn) sesuatu, bukan ditekankan pada
diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran
(Depdiknas, 2003:10).
Sebuah kelas dikatakan menggunakan
metode kontekstual, jika menerapkan komponen utama pembelajaran efektif ini
dalam pembelajaran. Untuk melaksanakan hal Itu dapat diterapkan dalam kurikulum
apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
Penerapan metode kontekstual secara garis besar langkah-langkahnya adalah: (1)
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya, (2) Mengembangkan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya,
(3) Menciptakan masyarakat belajar, (4) Menghadirkan model sebagai contoh
pembelajaran, (5) Melakukan refleksi di akhir pertemuan, dan (6) Melakukan
penilaian yang sebenarnya. Dengan konsep itu, hasil-hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah
dalam bentuk kegiatan.
Pernahkah anda memperhatikan seorang
bayi yang meneliti dengan seksama sebuah mainan baru miliknya. Anak itu
memasukkan minumannnya itu ke dalam mulut untuk mengetahui rasanya, kemudian
menggoyangkannya, mengangkat, membanting, dan memilih-milih yang bisa ia
lakukan, serta membongkarnya untuk diselidiki satu persatu. Proses yang
demikian ini disebut belajar secara menyeluruh (global learning) yang
merupakan cara efektif dan alamiah bagi seseorang manusia untuk mempelajari
bahwa otak seorang anak hingga enam atau tujuh tahun mampu menyerap berbagai
fakta, sifat-sifat fisik, dan kerumitan bahasa (Deporter dan Hernacki,
1999:22). Para ahli berbeda pendapat Mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan anak, karena memang sudut pandangan maupun metode berbeda. Kata
perkembangan seringkali digandengkan dengan pertumbuhan dan kematangan,
ketiganya memang mempunyai hubungan yang sangat erat. Pertumbuhan dan
perkembangan pada dasarnya adalah perubahan menuju keberkenaan dengan
aspek-aspek jasmaniah atau fisik, menunjukkan perubahan atau penambahan secara
kuantitas, yaitu penambahan dalam ukuran besar atau tinggi. Sedangkan
perkembangan berkaitan dengan aspek-aspek psikhis atau rohaniah, berkenaan
dengan kualitas yaitu peningkatan dan penyempurnaan fungsi (Syaodih
Sukmadinata, 2003:111). Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa pertumbuhan
berkenan dengan struktur, sedangkan perkembangan berkenan dengan fungsi yang
berhubungan dengan kematangan. Pada dasarnya dilihat dari aspek psikologis
penyelenggaraan pendidikan khususnya mengenai pembelajaran, para ahli
mengemukakan ada empat pandangan yang dapat digunakan untuk mengkaji
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan anak dalam belajar yaitu:
siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil dimana siswa belajar
mengkonstruksikan sendiri. Karena diasumsikan dengan strategi dan metode yang
baik, maka akan memperoleh hasil yang baik pula. Dalam konteks ini siswa perlu
mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan
bagaimana mencapainya. Para siswa menyadari bahwa yang mereka pelajari akan
berguna dan sebagai bekal hidupnya dikemudian hari. Para siswa mempelajari apa
yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menanggapinya, itulah sebabnya para
siswa tersebut memerlukan tenaga pengajar yang professional sebagai pengarah
dan pembimbing mereka dalam belajar.
Ada beberapa alasan mengapa metode
kontekstual menurut Depdiknas (2003) menjadi pilihan yaitu: (1) Sejauh ini
pendidikan kita masih didominasi oleh pemandangan bahwa pengetahuan sebagai
perangkat fakta-fakta yang hams dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai
sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi
belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belajar baru yang lebih
memperdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa
menghafalkan fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa
mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri, (2) Melalui landasan
filosofi konstruksivisme, CTL dipromosikan menjadi alternatif strategi
belajar yang baru. Melalui strategi belajar metode kontekstual, siswa
diharapkan belajar melalui mengalami bukan menghafal: knowledge is
constructed by Humans. Knowledge is not something that exists independent of a
knower to be they attempt to bring meaning to their experience, everything that
we know, we have made (Zahorik, 1995), dan (3) Knowledge is contextual
and fallible, since knowledge is a construction of humans and humans constantly
undergoing new experiences, knowledge grows through exposure. Understand become
deeper and stronger if one test it against new encounters (Zahorik, 1995).
Ada
lima elemen belajar yang konstruktivistik yang harus diperhatikan dalam
pembelajaran kontekstual menurut Zahorik (1995:14-22) yaitu: (1) Pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge), (2) Pemerolehan
pengetahuan baru (Acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara
keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya, (3) Pemahaman pengetahuan (understanding
knowledge), yaitu dengan cara menyusun konsep sementara (hipotesis),
melakukan sharing kepada orang lain agar dapat tanggapan (hipotesis) dan
atas dasar tanggapan itu, dan konsep direpisi dan dikembangkan, (4)
Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge) dan
(5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan tersebut.